Sabtu, 18 Februari 2017

Sejarah farmakognosi

          Kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi, penggunaan tanaman obat sudah dilakukan orang, hal ini dapat diketahui dari lempeng tanh liat yang tersimpan di Perpustakaan Ashurbanipal di Assiri, yang memuat simplisia antaara lain kulit delima, opium, adas manis, maud, ragi, minyak jarak. Juga orang Yunani kuno misalnya Hippocrates (1446 sebelum masehi), seorang tabib telah mengenal kayu manis, hiosiamina, gentian, kelembak, gom arab, bunga kantil dan sebagainya.
Pada tahun 1737 Linnaeus, seorang ahli botani Swedia, menulis buku “Genera Plantarum” yang kemudian merupakan buku pedoman utama dari sistemik botani, farmakognosi modern dirintis oleh Martiuss. Seorang apoteker Jerman dalam bukunya “Grundriss Der Pharmakognosie Des Planzenreisches” telah menggolongkan simplisa menurut segi morfologi, cara- cara untuk mengetahui kemurnian simplisa.
          Farmakognosi mulai berkembang pesat setelah pertengahan abad ke 19 dan masih terbatas pada uraian makroskopis dan mikroskopis. Dan sampai dewasa ini perkembangannya sudah sampai ke usaha-usaha isolasi, identifikasi dan juga teknik-teknik kromatografi untuk tujutan analisa kualitatif dan kuantitatif.

Pengertian Farmakognosi

           Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji farmakodinamik, uji toksikologi dan uji biofarmasetika.
           Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup indentifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. 

Istilah dalam farmakognosi

ISTILAH DALAM FARMAKOGNOSI


  1. Simplisia : Bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
  2. Simplisia nabati : Simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman.
  3. Eksudat Tanaman :  Isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
  4. Simplisia hewani : Simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
  5. Simplisia Mineral : Simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang belum diolah atau dioleh dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
  6. Alkaloida : Suatu basa organik yang mengandung unsur Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman , yang mempunyai efek fisiologis kuat/keras terhadap manusia.
  7. Glikosida : Suatu zat yang oleh enzim tertentu akan terurai menjadi satu macam gula serta satu atau lebih bukan zat gula. Contohnya amigdalin, oleh enzim emulsin akan terurai menjadi glukosa + benzaldehida + asam sianida.
  8. Enzim : Suatu biokatalisator yaitu senyawa atau zat yang berfungsi mempercepat reaksi biokimia / metabolisme dalam tubuh organisme.
  9. Vitamin : Suatu zat yang dalam jumlah sedikit sekali diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk metabolisme tubuh. Tubuh manusia sendiri tidak dapat memproduksi vitamin.
  10. Hormon : Suatu zat yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin yang mampengaruhi faal, tubuh dan mempengaruhi besar bentuk tubuh.
  11. Pemerian : Uraian tentang bentuk, bau, rasa, warna simplisia, jadi merupakan informasi yang diperlukan pada pengamatan terhadap simplisia nabati yang berupa bagian tanaman (kulit, daun, akar, dan sebagainya).

Ruang lingkup Farmakognosi

       Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis, mikroskopis dan organoleptis yang seharusnya juga mencakup identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai contoh : Chloramphenicol dapat dibuat secara sintesa total, yang sebelumnya hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan Streptomyces venezuela.
      Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan menentukan sistimatikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat. Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah, diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.
        Simplisia yang diperoleh dapat berupa rajangan atau serbuk. Jika dilakukan uji khasiat, diadakan pengujian toksisitas, uji pra klinik dan uji klinik untuk menentukan fitofarmaka atau fitomedisin ; bahan – bahan fitofarmaka inilah yang disebut obat. Bila dilakukan uji klinik, maka akan diperoleh obat jadi.
        Serbuk dari simplisia jika diekstraksi dengan menggunakan berbagai macam metode ekstraksi dengan pemilihan pelarut , maka hasilnya disebut ekstrak. Apabila ekstrak yang diperoleh ini diisolasi dengan pemisahan berbagai kromatografi, maka hasilnya disebut isolat.
Jika isolat ini dimurnikan, kemudian ditentukan sifat – sifat fisika dan kimiawinya akan dihasilkan zat murni, yang selanjutnya dapat dilanjutkan penelitian tentang identifikasi, karakterisasi, elusidasi struktur dan spektrofotometri.
Proses ekstraksi dari serbuk sampai diperoleh isolat bahan obat dibicarakan dalam fitokimia dan analisis fitokimia. 

Hubungan farmakognosi dengan obat

Perkataan Farmakognosi berasal dari dua kata Yunani yaitu Pharmakon yang berarti obat dan gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat..
Definisi yang mencakup seluruh ruang lingkup farmakognosi diberikan oleh Fluckiger, yaitu pengetahuan secara serentak berbagai macam cabang ilmu pengetahuan untuk memperoleh Ada beberapa definisi tentang obat misalnya :

1.Obat
Suatu bahan atau paduan bahan – bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok bagian badan manusia.
2.Obat Jadi
Obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, suppositoria atau bentuk yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku- buku lain yang ditetapkan pemerintah .
3.Obat Paten
Obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
4.Obat Baru
Obat yang terdiri dari atau berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen lain yang belum dikenal, sehingga tidak diketahui khasiat atau kemurniannya.
5.Obat Tradisional
Bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan- bahan tersebut, cara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.segala segi yang perlu diketahui tentang obat.


Hubungan farmakognosi dengan botani dan zoologi

          Mengingat pentingnya identitas botani-zoologi, simplisia harus memiliki identitas botani dan zoologi yang tepat, dimaksudkan untuk mengetahui dengan tepat nama latin tanaman atau hewan yang digunakan sebagai simplisia.  Penetapan identitas botani-zoologi secara tepat merupakan langkah pertama yang harus ditempuh sebelum melakukan kegiatan lainnya di bidang farmakognosi. Kondisi simplisia dapat rusak oleh faktor tertentu. Apabila hal tersebut terjadi, maka keadaannya tidak lagi memenuhi syarat dan dianggap berkualitas rendah. Misalnya saja simplisia yang akan digunakan bercampur dengan minyak pelumas, basah oleh air laut, rusak karena bakteri, dan tercampur dengan komposisi bahan lain yang tidak semestinya.

Hubungan ilmu farmakognosi dengan ilmu lainnya


        Sebelum kimia organik dikenal, simplisia merupakan bahan utama yang harus tersedia ditempat meramu atau meracik obat dan umumnya diramu atau diracik sendiri oleh tabib yang memeriksa sipenderita, sehingga dengan cara tersebut Farmakognosi dianggap sebagai bagian dari Materia Medika. Simplisia di apotik kemudian terdesak oleh perkembangan galenika, sehingga persediaan simplisia di apotik digantikan dengan sediaan-sedian galenik yaitu, tingtur, ekstrak, anggur dan lain-lain.
          Kemudian setelah kimia organik berkembang, menyebabkan makin terdesaknya kedudukan simplisia di apotik-apotik. Tetapi hal ini bukan berarti simplisia tidak diperlukan lagi, hanya tempatnya tergeser ke pabrik-pabrik farmasi, tanpa adanya simplisia di apotik tidak akan terdapat sediaan-sediaan galenik, ataupun zat-zat kimia murni dengan segala bentuknya (serbuk, tablet, ampul, dll), misalnya injeksi Kinin antipirin, secara sepintas Kinin antipirin dalam pembuatannya tidak memerlukan simplisia, tetapi cukup dua zat kimia murni yaitu kinina dan antipirin, dimana antipirin diperoleh secara sintetis, sedangkan kinina hanya dapat diperoleh dari kulit kina. Sedangkan kulit kina sendiri baru dapat diperoleh setelah ada kepastian bahwa tanaman yang akan ditebang benar-benar jenis Cinchona yang dikehendaki.
          Dalam proses pembuatan zat-zat secara semisintetis, maka farmakognosi sangat erat hubungannya dengan biokimia dan kimia sintesa, misalnya dalam pembuatan Kortison, Hidrokortison, Prednison dan Prednisolon. Untuk membuat keempat macam hormon tersebut, sebagai bahan baku dipergunakan Stigmasterol yang terdapat dalam biji kedelai atau menggunakan diosgenin yang terdapat dalam umbi gadung. Biji kedelai dan umbi gadung tidak pernah dimuat monografinya dalam farmakope, tetapi secara tidak langsung kedua bahan tersebut penting bagi proses semisintesa yang akan dilakukan.
          Dari contoh-contoh tersebut maka dapat diketahui bahwa ruang lingkup Farmakognosi tidak terbatas pada pengetahuan tentang simplisia yang tertera dalam Farmakope, tetapi meliputi pemanfaatan alam nabati, hewani dan mineral dalam berbagai aspeknya dibidang farmasi kesehatan.